Patriarki dan Feminisme

Mandakara - Setiap individu memiliki hak yang sama baik laki-laki maupun perempuan. Semua memiliki hak yang sama ; hak berpendidikan, hak keadilan sosial, hak menjadi seorang pemimpin, hak berpolitik, dan juga mereka berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama.

Perubahan budaya memberikan dampak yang signifikan terhadap pola kehidupan manusia, baik dalam aktivitas sehari-hari maupun di dalam organisasi. Aspek-aspek yang terpengaruh oleh perubahan budaya meliputi tata cara berbicara, pergaulan, dan sistem sosial. Dampak dari perubahan ini bisa bersifat positif maupun negatif bagi masyarakat. Salah satu dampak yang muncul dari perubahan budaya dalam sistem sosial adalah keberadaan budaya patriarki. Budaya ini memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan manusia, baik di ranah keluarga maupun dalam organisasi. Patriarki sendiri adalah sebuah sistem sosial di mana laki-laki mendominasi dan berperan sebagai penentu utama dalam pola kehidupan masyarakat (Revilliano, dkk., 2023:2).

Budaya patriarki dan feminisme adalah dua pemikiran yang sangat berbeda dan bahkan saling bertolak belakang. Dari perspektif feminisme, budaya patriarki dianggap sebagai sistem sosial yang diskriminatif dan merugikan perempuan, yang secara tidak sadar telah diwariskan dari generasi ke generasi. Sistem ini pada akhirnya mengendalikan posisi perempuan dan memberikan batasan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. (Revilliano, dkk., 2023 : 2)

Di sisi lain, feminisme adalah gerakan yang diusung oleh perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan dalam berbagai bidang. Penting untuk dicatat bahwa feminisme bukanlah gerakan atau budaya yang menganggap laki-laki lebih rendah dari perempuan, melainkan sebuah usaha untuk memastikan bahwa kedua gender memiliki ruang yang sama untuk berkontribusi, bekerja, dan berkarya tanpa adanya batasan. (Revilliano, dkk., 2023 : 3 )

Patriarki

Budaya patriarki tidak hanya terlihat melalui kepemimpinan atau peran tokoh adat, tetapi lebih dalam dari itu. Patriarki menghasilkan dampak berupa kekerasan terhadap perempuan, akibat posisi sosial laki-laki yang dianggap lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini menyebabkan masyarakat sering menganggap wajar adanya perilaku pelecehan terhadap perempuan, bahkan dalam bentuk yang paling kecil sekalipun. Upaya untuk menantang dan menolak struktur patriarki telah dilakukan selama bertahun-tahun. Gerakan feminis serta berbagai bentuk aktivisme terus berjuang untuk mempromosikan kesetaraan gender dan mengkritisi struktur kekuasaan patriarkal yang ada (M. Ghufran, 2018).

Gerakan Feminisme

Gerakan feminis merupakan sebuah gerakan sosial, politik, dan budaya yang memperjuangkan kesetaraan gender serta hak-hak perempuan. Gerakan ini mulai muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika perempuan mulai bersatu dan berupaya mengangkat isu-isu penting seperti hak suara, akses pendidikan, serta hak dalam bidang ekonomi dan politik. Awal dari gerakan feminisme di Indonesia merupakan gerakan para perempuan Indonesia yang melawan kolonialisme Belanda (Pangesti, 2021).

Menurut Pandangan Islam Terhadap Budaya Patriarki dan Feminisme

Dalam perspektif hukum Islam, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang setara, dengan hak dan kewajiban yang proporsional. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menegaskan bahwa salah satu misi kedatangannya adalah untuk memuliakan seluruh umat manusia dengan mengakui kedudukan kedua gendera (Listya, 2021). "Islam mengajarkan sikap adil, setara, dan saling menghargai antar sesama manusia, tanpa mengedepankan perbedaan," ungkapnya. Oleh karena itu, budaya patriarki tidak sejalan dengan prinsip ajaran Islam.

Banyak orang yang mempertanyakan apakah patriarki merupakan warisan dari Islam. Prinsip-prinsip yang telah dibahas sebelumnya dapat menjelaskan hal ini. “Justru, budaya tersebut dikoreksi oleh Islam, karena Islam memuliakan baik laki-laki maupun perempuan,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa hal ini secara jelas tercantum dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surat An-Naml ayat 23. “Ayat tersebut menceritakan tentang seorang perempuan yang mampu memimpin bangsa Saba, yakni Balqis.” (Listya, 2021).

Seperti contoh yang diambil berdasarkan fakta di lingkungan, masih banyak kata-kata seperti "hanya laki-laki yang berkuasa, hanya laki-laki yang bisa menjadi seorang pemimpin, hanya laki-laki yang boleh melakukan itu, hanya laki-laki yang bisa seperti itu, hanya laki-laki yang berhak menempuh pendidikan tinggi dan sebagainya", disini tidak ada hal untuk mendiskriminasi tapi fakta lapangan yang didapat seperti itu. Yang mana, akibat dari lingkungan yang seperti itu membuat banyak perempuan enggan untuk menikah.

 

Oleh : Lailatus Sa'diyah

Sumber :

Reviliano, M.I., Prasetya, Amanda P., dan Diva, A.R. 2023. BUDAYA PENGARUH DAN BUDAYA PATRIARKI TERHADAP GERAKAN PERUBAHAN FEMINISME DALAM ORGANISASI. Jurnal Manajemen dan Bisnis Ekonomi: Vol.1, No.2

Website : https://www.uii.ac.id/patriarki-dan-matriarki-menurut-kacamata-islam/ 

Lebih baru Lebih lama