Ada orang-orang yang entah
dengan sadar atau tidak, merasa punya hak atas kebahagiaan orang lain. Mereka
datang dengan senyuman palsu, mengambil apa yang bukan milik mereka, lalu
mengharapkan kehancuran.
Orang seperti ini tidak hanya
egois, tapi juga miskin jiwa. Mereka tak mampu menciptakan kebahagiaan sendiri,
jadi mereka memilih merebutnya dari orang lain. Ibarat tamu yang datang ke
pesta tanpa undangan, mereka merampas makanan dari piring tuan rumah, lalu
pergi tanpa terima kasih.
Yang menjijikkan adalah
mereka sering membenarkan diri dengan alasan, “Aku juga punya hak untuk
bahagia.” Tapi sejak kapan kebahagiaan itu diraih dengan menghancurkan hati
orang lain? Kalau memang itu kebahagiaan, kenapa banyak air mata yang tumpah di
belakangnya?
Yang lebih menyedihkan,
mereka tak sadar bahwa kebahagiaan yang dicuri adalah kebahagiaan yang rapuh.
Seperti bunga yang direnggut paksa dari tanah, ia akan layu cepat atau lambat.
Karena kebahagiaan sejati tidak pernah tumbuh dari tangisan atau luka orang
lain.
Mungkin mereka lupa, hidup
itu seperti roda. Hari ini kau mencuri kebahagiaan orang lain, tapi esok
mungkin kebahagiaanmu yang akan dicuri. Dan saat itu terjadi, barulah mereka
sadar bahwa dunia tidak hanya soal “aku”, tapi juga soal menghargai “kita”.
Jadi, sebelum mengklaim kebahagiaan yang bukan milikmu, coba tanyakan pada diri sendiri. Apakah kebahagiaanmu benar-benar pantas dibangun di atas puing-puing hidup orang lain?