Antara “Tekad dan Takdir”

Oleh: Ayon & Oyanku

Hidup adalah panggung di mana dua aktor besar bermain  tekad dan takdir. Mereka beriringan, saling menyapa, kadang bertentangan, namun tak pernah benar-benar terpisah.

Tekad adalah kekuatan yang lahir dari jiwa. Ia adalah langkah yang dipijakkan meski jalan di depan penuh duri. Ia adalah janji kepada diri sendiri bahwa mimpi bukan sekadar bayang-bayang, tetapi sesuatu yang harus digapai. Dalam tekad, ada darah, keringat, dan air mata yang menetes di setiap usaha. Tekad adalah keberanian manusia untuk berkata, “Aku bisa!” meski dunia berkata sebaliknya.

Namun, di sudut lain panggung ada takdir. Ia adalah misteri yang tak pernah terungkap sepenuhnya. Takdir adalah riak di sungai kehidupan yang kadang menghanyutkan perahu ke arah yang tak diinginkan. Ia hadir tanpa aba-aba, membawa kejutan baik berupa keajaiban maupun ujian. Takdir adalah bisikan lembut yang berkata, “Ini jalannya, meski bukan yang kau rencanakan.”

Dalam perseteruan ini, sering muncul tanya: “Mana yang lebih berkuasa? Apakah tekad mampu menaklukkan takdir? Ataukah takdir tak pernah bisa ditawar?”

Jawabannya mungkin bukan hitam dan putih. Tekad dan takdir bukan musuh, melainkan sahabat yang berjalan beriringan. Tekad adalah pilihan kita untuk terus melangkah, sementara takdir adalah hasil akhir yang di luar kendali. Kita tidak pernah tahu apa yang menunggu di ujung jalan, tapi kita diberi kebebasan untuk memilih bagaimana cara kita menempuhnya.

Maka, jika hidup ini adalah perjalanan, tekad adalah kompas yang memandu arah, dan takdir adalah angin yang menentukan sejauh mana layar kita akan terbentang. Keduanya saling melengkapi. Tanpa tekad, kita mungkin tak pernah berani melawan arus. Tanpa takdir, kita mungkin lupa bahwa ada tangan yang lebih besar mengatur segalanya.

Dan di tengah persimpangan antara tekad dan takdir, kita belajar tentang hidup bahwa “Usaha adalah kewajiban, dan pasrah adalah kebijaksanaan”.
Lebih baru Lebih lama