Oleh : Aldi Asy Syaikh Ar-Rois
Desa X, yang
terletak di salah satu kecamatan di wilayah terpencil, berada dalam pusaran
stagnasi pembangunan yang memperhatinkan. Berbagai masalah klsik, mulai dari infrastruktur
yang tidak memadai hingga minimnya pemberdayaan generasi muda, mencerminkan
kegagalan tata kelola pemerintahan desa yang berdampak langsung pada kualitas
hidup masyarakat. Hal ini menunjukan lemahnya implementasi kebijakan Pembangunan
yang berbasis kebutuhan warga, sekaligus menandai urgensi untuk mengevaluasi
kinerja kepala desa secara komprehensif.
1. Infastruktur
: Cermin Ketidakalidan Struktur
Infrastruktur merupakan tulang punggung aktifitas ekonomi, sosial, dan
budaya suatu wilayah. Namun, kondisi jalan dan jembatan di Desa X tidak hanya
menunjukan kelalaian pemerintah desa tapi juga mencerimkan ketimpangan Pembangunan
yang akut. Berdasarkan alokasi Dana Desa (DD), seharusnya des aini mampu
setidaknya memperbaiki jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah penting.
Kerusakan jalan dan jembatan tidak hanya menghambat mobilitas warga
tetapi juga memutus akses terbadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan,
dan pasar. Dengan kata lain, ketidakadaan infastruktur yang layak berkontribusi
pada marjinalisasi sosial-ekonomi masyarakat desa. Dalam konteks ini, pemerintah
desa perlu menyadari bahwa infastruktur bukanlah sekedar fasilitas fisik, melainkan
elemen penting yang menentukan kualitas kehiduoan warga desa secara menyeluruh.
2. Generasi
Muda : Modal Sosial yang Terabaikan
Generasi muda merupakan aset strategis dalam pembagunan Masyarakat. Sayangnya,
di Desa X, potensi ini tidak di manfaatkan secara optimal. Minimnya kegiatan
pemberdayaan pemuda, seperti pelatihan keterampilan, kegiatan olahraga, atau inisiatif
sosial, menciptakan ruang kosong yang pada akhirnya membuat pemuda kehilangan arah.
Dalam teori Pembangunan Masyarakat, pemberdayaan generasi muda tidak
hanya bertujuan meningkatkan tujuan individu tetapi juga membangun modal sosial
yang dapat memperkuat solidaritas kolektif. Namun, tanpa program yang
mendukung, generasi muda di Desa X berpotensi menjadi kelompok pasif yang gagal
memberi kontribusi positif bagi desa mereka. Oleh karena itu, pemerintah desa
harus segera memfasilitasi ruang-ruang kreatfi bagi pemuda agar mereka dapat
berpartisipasi aktif dalam Pembangunan desa.
3. Krisis
Kepemimpinan : Antara Transparasi dan Partisipasi Publik
Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang berbasis pada transparansi
dan partisipasi Masyarakat. Dalam konteks Desa X, kedua prinsip ini tampaknya diabaikan. Kurangnya transparasi dalam
pengelolaan anggaran desa telah menciptakan jarak yang siknifikan antara
pemerintah desa dan Masyarakat. Padahal, prinsip good governace mengharuskan
adanya akuntabilitas yang tinggi dalam setiap pengambilan Keputusan, terutama
terkait dengan penggunaan dana publik.
Musyawarah desa (musdes), yang seharusnya menjadi forum strategis untuk
merancang kebijakan berbasis aspirasi Masyarakat, sering kali hanya menjadi
formalitas belaka. Hal ini tidak hanya melemahkan legitimasi pemerintahan desa
tapi juga mengurangi tingkat partisipasi warga dalam Pembangunan. Dalam situasi
seperti ini, kepala desa memiliki tanggung jawab moral untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat melalui pelibatan aktif warga dalam setiap proses
pengambilan Keputusan.
4. Rekomendasi
Strategis : Jalan Menuju Reformasi Desa
Untuk mengatasi permasalahan yang telah diuraikan, beberapa rekomendasi
strategis dapat diimplementasikan oleh pemerintah desa :
a. Prioritas Infastruktur
yang Berbasis Kebutuhan Lokal
Pemerintah desa harus segera Menyusun program
prioritas untuk memperbaiki jalan dan jembatan, dengan melibatkan masyarakat dalam
proses perencanaan dan pelaksanaan. Kaloborasi dengan pemerintah kabupaten dan
provinsi juga perlu ditingkatkan untuk mendapatkan dukungan sumber daya yang
lebih besar.
b. Program
Pemberdayaan Pemuda
Pemuda perlu dilibatkan dalam berbagai
kegiatan produktif seperti pelatihan keterampilan, seminar kewirusahaan, atau proyek
sosial yang dapat meningkatkan kapasitas mereka sekaligus membangun kesadaran
kolektif tergadap pentingnya kontribusi dalam pembangunan desa.
c. Transparasi Anggaran
dan Akuntabilitas Publik
Pemerintah desa harus pempublikasikan
laporqan keuangan secara berkala dan membuka ruang dialog antara masyarakat dan
pemangku kepentingan terkait. Transparansi ini tidak hanya akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat tetapi juga memastikan
bahwa alokasi dana desa sesuai dengan kebutuhan desa.
d. Revitalisasi
Musyawarah Desa
Musdes harus diubah menjadi forum yang inklusif dan partisipatif, di
mana setiap warga desa, termasuk generasi muda, dapat menyampaikan aspirasi dan
ide-ide mereka.
5. Kesimpulan :Refleksi
bagi Pemerintah Desa
Kepala Desa X perlu menyadari bahwa posisi yang di emban bukanlah
sekedar jabatan administratif, melainkan amanah untuk melayani masyarakat. Tanpa
langkah konkret untuk memperbaiki infrastruktur, memberdayakan pemuda, dan
meningkatkan transparansi, Desa Perembang akan terus terjebak dalam lingkaran
stagnasi.
Pemuda dan masyarakat Desa X perlu disadarkan bahwa perubahan tidak
hanya bergantung pada pemerintah tetapi juga pada keberanian mereka untuk
menuntut hak dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Jika tidak ada
perubahan signifikan dalam waktu dekat, momentum pemilu kepala desa berikutnya
harus menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang lebih kompeten,
transparan, dan berpihak pada rakyat.
Dengan sinergi antara pemerintah desa yang responsif dan masyarakat yang
aktif, Desa Perembang memiliki peluang untuk bangkit dan menjadi model
pembangunan bagi desa-desa lain di sekitarnya.