Langit Robek, Aku Masuk

 


Aku tak mencari, tapi dipanggil.

Dalam tidur yang separuh sadar,

kulihat langit terbelah—bukan oleh petir,

melainkan oleh rinduku yang ditahan terlalu lama.

 

Aku berjalan tanpa kaki,

menuju tempat yang tak punya arah,

di mana waktu dipatahkan,

dan logika ditinggalkan di ambang pintu jagat.

 

Di antara robekan langit itu,

aku tak masuk dengan tubuh,

melainkan dengan kehilangan.

Hilang dari nama, hilang dari “aku”,

sebab tak ada yang lebih padat daripada hampa

ketika Kau bersemayam di dalamnya.

 

Aku gemetar bukan karena takut,

melainkan karena seluruh diriku runtuh

dalam kehadiran-Mu yang tak bisa disebut.

 

Kau tak datang sebagai api,

tapi membakar lebih panas dari neraka.

Kau tak hadir sebagai cahaya,

tapi menerangi kegelapan yang bahkan tak kusadari ada.

 

Wahai Yang Tak Bisa Dilukis,

aku mengenal-Mu dari getar yang tak dapat kujelaskan,

dari sesak yang justru menyembuhkan,

dari tangis yang turun bukan dari duka,

tapi karena ruhku akhirnya menemukan rumahnya.

 

Langit robek, dan aku masuk.

Masuk ke dalam samudra tanpa dasar,

di mana cinta-Mu adalah gelombang

dan aku hanya daun kering yang pasrah tenggelam.

 

Kupanggil nama-Mu,

tapi namaku sendiri hancur dalam gema-Nya.

Kupikir aku telah tiba,

namun Kau buat aku mengembara lebih dalam lagi—hingga yang menyembah dan yang disembah menyatu dalam satu bisikan:

“Ana al-‘abd, wa anta al-Mawla.”

Aku bukan siapa-siapa, dan Engkau adalah Segalanya.

 

Tiada aku, tiada Kau,

hanya Cinta yang tinggal,

menyala dari ketiadaan,

dan menjelma sebagai rahasia yang tak diberi kepada siapa pun,

kecuali mereka yang rela dibakar habis oleh cahaya-Nya.


Oleh: Aldi Asy Syaikh Ar-Rois

Lebih baru Lebih lama