Obrolan Emak Emak : Rapat moral bangsa di lampu merah

 

Aldi Asy Syaikh Ar Rois

Pagi itu, jalanan kota penuh sesak oleh hiruk-pikuk kendaraan. Di perempatan lampu merah, tiga emak-emak berhenti di barisan depan, masing-masing mengendarai motor matic dengan gaya khasnya. Helm miring, masker menggantung di dagu, dan kantong belanja menggantung di stang motor.

Lampu merah menyala. Saat itulah obrolan legendaris dimulai.

Emak 1 (Bu Santi): "Eh, Bu Tini, lihat nggak tadi si Bu Yuni di pasar? Katanya beli bawang merah, tapi saya lihat dia nyelipin cabe rawit di kantong plastiknya. Itu cabe rawit mahal, lho!"

Emak 2 (Bu Tini): "Lah, jangan-jangan nyolong? Wah, kalau iya, ini bisa jadi skandal pasar tahun ini!"

Emak 3 (Bu Yati): "Eh, tapi ya, saya tuh lebih curiga sama si Pak RT. Katanya beli motor baru, padahal dulu bilang uang arisannya nggak cukup. Jangan-jangan..."

Mereka semua melirik satu sama lain dengan tatapan penuh arti. Saat itu, seorang bapak-bapak di belakang mereka membunyikan klakson.

Bapak-bapak: "Bu, lampunya hijau! Jalan dong!"

Namun, alih-alih melanjutkan perjalanan, Bu Santi menoleh dengan santai.

Bu Santi: "Pak, sabar dulu. Kami lagi rapat penting. Ini soal moral warga!"

Lampu hijau berubah kuning, lalu merah lagi. Tapi bukannya jalan, mereka malah semakin heboh.

Bu Tini: "Eh, ngomong-ngomong soal moral, saya dengar si Bu Yuli bikin kue ulang tahun pakai tepung expired. Gimana tuh? Kasihan anak-anak yang makan, bisa-bisa sakit perut massal!"

Bu Yati: "Astagaaa! Jangan-jangan itu sebabnya anak saya kemarin bolak-balik ke kamar mandi setelah ulang tahun si Nia. Untung nggak sempat saya makan kuenya!"

Dari belakang, suara klakson semakin riuh. Para pengendara lain mulai meneriaki mereka.

Pengendara: "Bu! Tolong minggir! Ini jalan raya, bukan tempat arisan!"

Bu Santi: "Eh, jangan marah-marah! Kami ini emak-emak, penggerak ekonomi rumah tangga! Kalau bukan kami yang ngobrol begini, siapa yang akan menyelamatkan moral bangsa?"

Akhirnya, seorang polisi lalu lintas datang menghampiri. Pak polisi itu berdiri di samping mereka dengan wajah kebingungan.

Polisi: "Bu, ada masalah apa di sini? Kenapa nggak jalan?"

Bu Tini: "Pak, kami lagi bahas isu penting. Ini soal tepung expired di kue ulang tahun, cabe rawit mahal, sama motor baru Pak RT. Kalau bapak mau ikut diskusi, silakan, tapi jangan ganggu kami!"

Pak polisi hanya bisa menghela napas panjang. Dengan suara pelan, ia berkata, "Bu, kalau mau diskusi, jangan di tengah jalan. Kasihan pengendara lain."

Bu Yati: "Wah, Pak polisi ini nggak ngerti urgensi masalah ya. Kalau kami nggak bahas ini sekarang, kapan lagi? Nanti lupa, lho!"

Lampu merah kembali berganti hijau, tapi tentu saja tak ada yang bergerak. Para emak-emak ini terlalu sibuk membahas drama pasar dan isu moral warga. Akhirnya, Pak polisi pun menyerah dan mengarahkan kendaraan lain untuk lewat jalur sebelah.

Ketika akhirnya obrolan mereka selesai, Bu Santi berkata, "Oke, rapat selesai. Kesimpulan hari ini: Bu Yuni harus ditegur soal cabe, dan kita harus investigasi motor baru Pak RT."

Bu Tini: "Setuju!"

Bu Yati: "Mantap!"

Mereka pun melaju perlahan, meninggalkan kerumunan pengendara yang masih kesal. Namun, sebelum benar-benar pergi, Bu Santi sempat menoleh dan berkata kepada Pak polisi, "Pak, nanti kalau ada gosip baru, jangan lupa kabari kami, ya."

Pak polisi hanya bisa menggeleng sambil tersenyum kecil. Dalam hati, ia berpikir, Emak-emak memang selalu punya logika di luar nalar, tapi ya begitulah mereka. Hidup tanpa emak-emak, rasanya terlalu sepi.

Lebih baru Lebih lama